Tiga
minggu menjelang Ramadhan, ada yang aneh dengan mantan pacarku … alias suami
tercinta. Hobinya main musik spesialis saxofon membuatnya dikontrak main musik
di sebuah hotel, seminggu sekali tiap
pulang kerja, jadi otomatis membuatnya pulang larut malam tiap hari Rabu
Tapi kali ini bukan cuma larut malam
melainkan menjelang subuh baru sampai rumah bahkan kadang hari Kamispun seperti
itu. Membuatku harus bertanya dari pada memendam rasa aneh dan curiga yang gak
ada juntrungannya
“Papa lagi belajar, Mama tenang aja nanti Papa cerita.” jawabnya
kalem tak menghiraukan kecurigaanku.Teraksa harus kutelan kecurigaan itu
dengan perasaan was-was dan berusaha mengalihkan perhatianku ke pekerjaan yang
kebetulan lagi menumpuk.
Sehari menjelang Ramadhan, kecurigaan yang
kupendam akhirnya meledakkan tangisku, bagaimana tidak ? saat HP suami berdering
pagi mejelang kerja, dan tak juga diangkat sedangkan aku sudah memanggilnya
tapi tak jua dijawab, akhirnya kuangkat HP nya tapi sayang keburu mati …
penasaran kubuka dari siapa, tak ada nama yang ada sms masuk tanpa nama, mengingatkannya untuk datang nanti malam di
tempat biasa … walaaah ? apa ini ?
Tapi
lagi-lagi terpaksa aku telan rasa curiga karena sudah harus berangkat kerja
Susah payah di tempat kerja konsentrasi
tapi yang ada sesak di dada, jadilah kulampiaskan lewat sms, bla…bla…bla… dan
jawabnya …
“Nanti malamkan mulai tarawih, biar gak curiga macam-macam nanti Mama ikut aja ke tempat biasa Papa pergi sepulang main musik.”
“Nanti malamkan mulai tarawih, biar gak curiga macam-macam nanti Mama ikut aja ke tempat biasa Papa pergi sepulang main musik.”
Oke,
kusanggupi dengan dada membara dan tanya , mau dipertemukan sama siapa ?
“Ma, Papa ingin Ramadhan ini benar-benar
bisa menjalani dengan sepenuhnya dengan baik dan benar.” jelasnya, saat
akhirnya membawaku ke sebuah mushola kecil kumuh di antara parkiran truk muatan
barang yang disekitarnya banyak lalu
lalang laki-laki, sepertinya sopir dan kenek.
“Yuk kenalin temen-temen Papa belajar
tentang Islam juga Pak Madon, guru Papa yang lulusan Kairo." Kumasuki moshola kecil untuk berkenalan
dengan teman-temannya dan gurunya yang ternyata memang punya misi dakwah di
lingkungan kumuh itu, dengan perasaan takjub luar biasa. Ya Allah inikah berkah
Ramadhan-Mu? suamiku yang mualaf dan selama bertahun-tahun perkawinan, aku tak
bisa memaksakannya langsung untuk menjalankan dan menyakini ajaran Islam.
Suami masuk Islam karena akan menikahiku,
meski sempat aku tolak lamarannya dengan memberinya pengertian aku tidak bisa
menikah dengan non muslim, tapi ternyata tidak membuatnya mundur justru
bersedia menjadi mualaf. Dan lagi-lagi dengan terpaksa aku harus menolaknya
yang sempat membuat kami jadi perang dingin, diem-dieman.
Bagaimana
aku bisa menikah dengan laki-laki yang belum tentu bisa jadi imam buatku,
karena mualafnya hanya untuk menikahiku ?
Perang batin membuatku menjalani sholat
istikharah, sampai sebulan kemudian teman di tempat kerja nanyain tentang
hubunganku. Jadi curhat akhirnya yang
tadinya aku pendam sendiri, tapi justru curhatku mendapat pencerahan.
“Jadikan
ini sebagai ibadahmu membawanya menjadi mualaf yang benar.” suportnya membuatku
yakin untuk akhirnya menerima lamaran
itu.
Perjalanan yang tidak mudah ternyata
begitu banyak benturan, karena wataknya yang keras. Apalagi jika ada berita
tentang teroris. Jadi akupun mengenalkan Islam dengan cara sehalus mungkin, seiring
berjalannya waktu dengan kehadiran anak-anak yang kemudian mulai ikut
mengingatkan papanya. Tak lepas dari doa dan keyakinan suatu saat nanti akan
ada hidayah Nya untuk suami meyakini dengan sepenuh hati.
Dan setelah bertahun-tahun memeluk Islam
dengan kebimbangan, Ramadhan tahun ini membawa langkahnya mantap mengulang
syahadat di hadapan gurunya, teman-teman belajarnya dan dalam dampinganku.
Yang membuka mataku bagaimana sang guru
bisa membuka hatinya, adalah dengan cara beliau mengenalkan Islam. Dengan
membawanya mengkaji Al-Quran, bukan sekedar membaca sampai dia meyakini baru
diajak untuk menjalankan, ternyata jalan itu menjadi lebih mudah buat suamiku. Keyakinan
dan doa selama bertahun-tahun terjawab,
hidayah Nya datang untuk laki-laki pilihanku. Dan justru karena suami
aku jadi lebih banyak lagi belajar mendalami Islam.
Dan mendampingi suami tercinta yang sedang
semangat menjalani puasa Ramadhan, sempat membuatku kalang kabut, bagaimana
tidak ? jam dua dini hari sudah membangunkanku dan anak-anak untuk sahur,
alhasil aku harus pontang-panting nyiapin sahur sendiri karena gak tega
ngebangunin pembantu.
Suatu hari pernah bangun jam empat pagi
saat semua sudah siap, tapi tetep aja heboh kalang kabut ngeliat jam dipikir udah
kesiangan, jadilah anak-anak yang ngingetin imsaknya masih setengah jam lagi
supaya gak keburu-buru sahurnya.
Ada rasa haru dan lucu berbaur menjadi
satu, itulah uniknya Ramadhanku kali ini. Belum lagi saat maghrib menjelang,
tiba di rumah semangat berbuka bersama keluarga dan setelah itu baru bilang ...
"Hari ini tadi Papa ngebongkar Ma." aku dan anak-anak saling pandang
gak ngerti maksudnya.
"Ngebongkar
apaan?"
"Puasanya,
tadi di lapangan gak tahan haus dan panasnya." jawabnya sambil
memandangiku dan anak-anak bergantian, gak tega dan gak bisa jawab apa-apa, aku
cuma bisa memeluknya diiringi senyum anak-anak.
Satu lagi yang membuatku harus memberinya
penjelasan, saat habis subuh karena hari Sabtu libur jadilah semua kembali
tidur. Jam enam suami bangun, selesai mandi langsung menuju meja makan dan
ambil sarapan, kebiasaannya sebelum berangkat kerja. Aku baru melihatnya saat
selesai sarapan dan meneguk air putih.
"Lo,
Papa kan puasa kok sarapan?" tegurku membuatnya kaget dan anak-anakpun terbangun
menghampiri papanya.
"Lupa."
ujarnya bengong dan bingung.
"Kalau
lupa, itu rejeki Papa, puasanya gak batal Pa." jawabku memberinya semangat
untuk terus puasa.
"Oh
gitu ya, mudah-mudahan nanti siang Allah memberi rejeki lagi." sahutnya
membuatku melongo .
"Whaaat?!" teriak si sulung.
"Hi..hi...
Papa becanda Mas." jawabnya ke si sulung yang langsung menghela napas
sebelum akhirnya tertawa lepas.
‘Allah tidak pernah salah memilihkan yang terbaik untuk kita
selama kita yakin pada Nya’
0 komentar:
Posting Komentar