Laman

Senin, 18 Februari 2013

Pelangi Ramadhanku


Tiga minggu menjelang Ramadhan, ada yang aneh dengan mantan pacarku … alias suami tercinta. Hobinya main musik spesialis saxofon membuatnya dikontrak main musik di sebuah hotel,  seminggu sekali tiap pulang kerja, jadi otomatis membuatnya pulang larut malam tiap hari Rabu
 Tapi kali ini bukan cuma larut malam melainkan menjelang subuh baru sampai rumah bahkan kadang hari Kamispun seperti itu. Membuatku harus bertanya dari pada memendam rasa aneh dan curiga yang gak ada juntrungannya 
“Papa lagi belajar, Mama tenang aja nanti Papa cerita.” jawabnya kalem tak menghiraukan kecurigaanku.Teraksa harus kutelan kecurigaan itu dengan perasaan was-was dan berusaha mengalihkan perhatianku ke pekerjaan yang kebetulan lagi menumpuk.
Sehari menjelang Ramadhan, kecurigaan yang kupendam akhirnya meledakkan tangisku, bagaimana tidak ? saat HP suami berdering pagi mejelang kerja, dan tak juga diangkat sedangkan aku sudah memanggilnya tapi tak jua dijawab, akhirnya kuangkat HP nya tapi sayang keburu mati … penasaran kubuka dari siapa, tak ada nama yang ada sms masuk tanpa nama,  mengingatkannya untuk datang nanti malam di tempat biasa … walaaah ? apa ini ?
Tapi lagi-lagi terpaksa aku telan rasa curiga karena sudah harus berangkat kerja
Susah payah di tempat kerja konsentrasi tapi yang ada sesak di dada, jadilah kulampiaskan lewat sms, bla…bla…bla… dan jawabnya …
     “Nanti malamkan mulai tarawih, biar gak curiga macam-macam nanti Mama ikut aja ke tempat biasa Papa pergi sepulang main musik.”
Oke, kusanggupi dengan dada membara dan tanya , mau dipertemukan sama siapa ?
“Ma, Papa ingin Ramadhan ini benar-benar bisa menjalani dengan sepenuhnya dengan baik dan benar.” jelasnya, saat akhirnya membawaku ke sebuah mushola kecil kumuh di antara parkiran truk muatan barang yang disekitarnya  banyak lalu lalang laki-laki, sepertinya sopir dan kenek.
“Yuk kenalin temen-temen Papa belajar tentang Islam juga Pak Madon, guru Papa yang lulusan Kairo."  Kumasuki moshola kecil untuk berkenalan dengan teman-temannya dan gurunya yang ternyata memang punya misi dakwah di lingkungan kumuh itu, dengan perasaan takjub luar biasa. Ya Allah inikah berkah Ramadhan-Mu? suamiku yang mualaf dan selama bertahun-tahun perkawinan, aku tak bisa memaksakannya langsung untuk menjalankan dan menyakini ajaran Islam.
Suami masuk Islam karena akan menikahiku, meski sempat aku tolak lamarannya dengan memberinya pengertian aku tidak bisa menikah dengan non muslim, tapi ternyata tidak membuatnya mundur justru bersedia menjadi mualaf. Dan lagi-lagi dengan terpaksa aku harus menolaknya yang sempat membuat kami jadi perang dingin, diem-dieman.
Bagaimana aku bisa menikah dengan laki-laki yang belum tentu bisa jadi imam buatku, karena mualafnya hanya untuk menikahiku ?
Perang batin membuatku menjalani sholat istikharah, sampai sebulan kemudian teman di tempat kerja nanyain tentang hubunganku. Jadi curhat  akhirnya yang tadinya aku pendam sendiri, tapi justru curhatku mendapat pencerahan.
“Jadikan ini sebagai ibadahmu membawanya menjadi mualaf yang benar.” suportnya membuatku yakin  untuk akhirnya menerima lamaran itu.
Perjalanan yang tidak mudah ternyata begitu banyak benturan, karena wataknya yang keras. Apalagi jika ada berita tentang teroris. Jadi akupun mengenalkan Islam dengan cara sehalus mungkin, seiring berjalannya waktu dengan kehadiran  anak-anak yang kemudian mulai ikut mengingatkan papanya. Tak lepas dari doa dan keyakinan suatu saat nanti akan ada hidayah Nya untuk suami meyakini dengan sepenuh hati.
Dan setelah bertahun-tahun memeluk Islam dengan kebimbangan, Ramadhan tahun ini membawa langkahnya mantap mengulang syahadat di hadapan gurunya, teman-teman belajarnya dan dalam dampinganku.
Yang membuka mataku bagaimana sang guru bisa membuka hatinya, adalah dengan cara beliau mengenalkan Islam. Dengan membawanya mengkaji Al-Quran, bukan sekedar membaca sampai dia meyakini baru diajak untuk menjalankan, ternyata jalan itu menjadi lebih mudah buat suamiku. Keyakinan dan doa selama bertahun-tahun terjawab,  hidayah Nya datang untuk laki-laki pilihanku. Dan justru karena suami aku jadi lebih banyak lagi belajar mendalami Islam.
Dan mendampingi suami tercinta yang sedang semangat menjalani puasa Ramadhan, sempat membuatku kalang kabut, bagaimana tidak ? jam dua dini hari sudah membangunkanku dan anak-anak untuk sahur, alhasil aku harus pontang-panting nyiapin sahur sendiri karena gak tega ngebangunin pembantu.        
Suatu hari pernah bangun jam empat pagi saat semua sudah siap, tapi tetep aja heboh kalang kabut ngeliat jam dipikir udah kesiangan, jadilah anak-anak yang ngingetin imsaknya masih setengah jam lagi supaya gak keburu-buru sahurnya.
Ada rasa haru dan lucu berbaur menjadi satu, itulah uniknya Ramadhanku kali ini. Belum lagi saat maghrib menjelang, tiba di rumah semangat berbuka bersama keluarga dan setelah itu baru bilang ... "Hari ini tadi Papa ngebongkar Ma." aku dan anak-anak saling pandang gak ngerti maksudnya.
"Ngebongkar apaan?"
"Puasanya, tadi di lapangan gak tahan haus dan panasnya." jawabnya sambil memandangiku dan anak-anak bergantian, gak tega dan gak bisa jawab apa-apa, aku cuma bisa memeluknya diiringi senyum anak-anak.
Satu lagi yang membuatku harus memberinya penjelasan, saat habis subuh karena hari Sabtu libur jadilah semua kembali tidur. Jam enam suami bangun, selesai mandi langsung menuju meja makan dan ambil sarapan, kebiasaannya sebelum berangkat kerja. Aku baru melihatnya saat selesai sarapan dan meneguk air putih.
   "Lo, Papa kan puasa kok sarapan?" tegurku membuatnya kaget dan anak-anakpun terbangun menghampiri papanya.
      "Lupa." ujarnya bengong dan bingung.
      "Kalau lupa, itu rejeki Papa, puasanya gak batal Pa." jawabku memberinya semangat untuk terus puasa.
      "Oh gitu ya, mudah-mudahan nanti siang Allah memberi rejeki lagi." sahutnya membuatku melongo .
      "Whaaat?!"  teriak si sulung.
     "Hi..hi... Papa becanda Mas." jawabnya ke si sulung yang langsung menghela napas sebelum akhirnya tertawa lepas.

‘Allah tidak pernah salah memilihkan yang terbaik untuk kita selama kita yakin pada Nya’

0 komentar:

Posting Komentar